Powered By Blogger

Minggu, 02 Januari 2011


 
BAB I
PENDAHULUAN
1.1      Latar belakang
Dengan berkembangnya biologi molekuler dewasa ini para ahli imunologi mengungkapkan pada keadaan alergi akan dilepas mediator-mediator inflanlasi oleh sel system imun. Dalam menghadapi penyakit-penyakit yang didasari iflanlasi alergi, seperti asma bronchial, rinitis alergika, dermatitis urtikaria, alergi obat, alergi makanan maupun alergi dari toksin bakteri yang menyerang ginjal (glomerulonepritis chronis yang disebabkan toksin stretococus), untuk ini perlu penaganan yang serius. Mediator-mediator inflamasi yang dilepas akan menyebabkan kontraksimotot polos, meningkatkan sekresi mukos, meningkatkan aliran darah, meningkatkan permeabilitas kapiler dan pengerahan sel-sel inflamasi, kesemua kejadian ini disebut “inflamasi alergik". Sel-sel darah yang berperan dalam kejadian inflamasi alergik ini adalah sel darah putih atau leukosit dengan turunanya; neutrofil, basofil, aosinofil, limfosit, mastosit makrofag, sel plasma, sel epitel dan lain-lain, akhir-akhir ini para ahli mengungkapkan pula keterlibatan mediator inflamasi TNF. Neuropeptida, IL-2.

1.2      Tujuan
a)  Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami resistensi tubuh terhadap infeksi
b)  Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami pembentukan keukosit
c)   Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami system makrofag endotelial
d)  Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami peradangan serta fungsi nautrofil dan makrofag.


1.3      Rumusan masalah
a)     Bagaimanakah resistensi tubuh terhadap infeksi ?
b)     Bagaimanakah proses pembentukan keukosit ?
c)      Bagaimanakah system makrofag endothelial ?
d)     Bagaimanakah proses peradangan serta fungsi nautrofil dan makrofag?

1.4      Manfaat
Dengan penyusunan makal;ah ini kita bisa memahami dan mengetahui tubuh kita dalam menghadapai invasi benda asing dan bagaimana reaksi tubuh kita terhadap benda asing itu. Sehingga nantinya kita bisa memberikan asuhan keperaatan sebaik-baiknya kepada pasien.











BAB II
PEMBAHASAN
A.    Sel darah putih dan resistensi tubuh terhadap infeksi
Tubuh kita sepanjang waktu terpapar dengan bakteri, virus, jamur dan parasit semuanya terjadi secara normal dan dalam berbagai tingkatan pada kulit, mulut, jalan napas, traktus intestinal membrane yang melapisi dan bahkan traktus urinalis. Banyak dari bahan ini mampu menyebabkan penyakit yang serius bila mereka menyerbu jaringan yang lebih dalam. Selain itu, secara intermiten kita berhubungan dengan bakteri dengan bakteri dan vurus yang sangt infeksius, disamping bentuk yang memang dijumpai dalm keadaan normal, dan dapat menimbulkan penyakit yang mematikan, misalnya pneumonia infeksius streptokokus dan demam tipoid.
Tubuh kita mempunyai system khusus untuk memberantas bermacam-macam bahan yang infeksius dan toksik.  System ini terdiri atas leukosit darah (sel darah putih) sel-sel jaringan yang berasal dari leukosit. Semua-semua sel-sel ini bekerja bersama-sama melalui 2 cara untuk mencegah penyakit:
1)    Dengan benar-benar merusak bahan yang menyerbu itu melalui proses fagositosis
2)    Dengan membentuk antibody, dan leukosit yang peka, salah satu  dan kedua-duanya dapat menghancurkan atau membuat penyerbu dapat menjadi tidak aktif.
Sel darah putih, leukosit (white blood cell, WBC, leukocyte) adalah sel yang membentuk komponen darah. Sel darah putih ini berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai penyakit infeksi sebagai bagian dari sistem kekebalan tubuh. Sel darah putih tidak berwarna, memiliki inti, dapat bergerak secara amoebeid, dan dapat menembus dinding kapiler / diapedesis. Dalam keadaan normalnya terkandung 4x109 hingga 11x109 sel darah putih di dalam seliter darah manusia dewasa yang sehat - sekitar 7000-25000 sel per tetes. Dalam kasus leukemia, jumlahnya dapat meningkat hingga 50000 sel per tetes.
Histologi Leukosit.
Leukosit adalah sel darah yang mengendung inti, disebut juga sel darah putih. Di dalam darah manusia, normal didapati jumlah leukosit rata-rata 5000-9000 sel/mm3, bila jumlahnya lebih dari 12000, keadaan ini disebut leukositosis, bila kurang dari 5000  disebut leukopenia. Dilihat dalam mikroskop cahaya maka sel darah putih mempunyai granula spesifik (granulosit), yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah cair, dalam sitoplasmanya dan mempunyai bentuk inti yang bervariasi, yang tidak mempunyai granula, sitoplasmanya homogen dengan inti bentuk bulat atau bentuk ginjal. Terdapat dua jenis leukosit agranuler : linfosit sel kecil, sitoplasma sedikit; monosit sel agak besar mengandung sitoplasma lebih banyak. Terdapat tiga jenis leukosir granuler: Neutrofil, Basofil, dan Asidofil (atau eosinofil) yang dapat dibedakan dengan afinitas granula terhadap zat warna netral basa dan asam.  Granula dianggap spesifik bila ia secara tetap terdapat dalam jenis leukosit tertentu dan pada sebagian besar precursor (pra zatnya). Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral organisme terhadap zat-zat asingan. Leukosit dapat melakukan gerakan amuboid dan melalui proses diapedesis lekosit dapat meninggalkan kapiler dengan menerobos antara sel-sel endotel dan menembus kedalam jaringan penyambung. Jumlah leukosit per mikroliter darah, pada orang dewasa normal adalah 4000-11000, waktu lahir 15000-25000, dan menjelang hari ke empat turun sampai 12000, pada usia 4 tahun sesuai jumlah normal. Variasi kuantitatif dalam sel-sel darah putih tergantung pada usia. waktu lahir, 4 tahun dan pada usia 14 -15 tahun persentase khas dewasa tercapai.


B.    Pembentukan leukosit
Pembentukan sel darah putih dimulai dari diferensiasi dini dari sel stem hemopoietik pluripoten menjadi berbagai tipe sel stem committed. Selain sel-sel committed tersebut, untuk membentuk eritrosit dan membentuk leukosit. Dalam pembentukan leukosit terdapat dua tipe yaitu mielositik dan limfositik. Pembentukan leukosit tipe mielositik dimulai dengan sel muda yang berupa mieloblas sedangkan pembentukan leukosit tipe limfositik dimulai dengan sel muda yang berupa limfoblas.
Leukosit yang dibentuk di dalam sumsum tulang, terutama granulosit, disimpan dalam sumsum sampai sel-sel tersebut diperlukan dalam sirkulasi. Kemudian, bila kebutuhannya meningkat, beberapa faktor seperti sitokin-sitokin akan dilepaskan. Dalam keadaan normal, granulosit yang bersirkulasi dalam seluruh darah kira-kira tiga kali jumlah yang disimpan dalam sumsum. Jumlah ini sesuai dengan persediaan granulosit selama enam hari. Sedangkan limfosit sebagian besar akan disimpan dalam berbagai area limfoid kecuali pada sedikit limfosit yang secara temporer diangkut dalam darah.
Alasan utama keberadaan sel darah puti dalam darah adalah sel diangkut dari sumsum tulang atau jaringan limfoid ke area-area tubuh yang memerlukan. Masa hidup granulosit setelah dilepaskan dari sumsum tulang normalnya 4-8 jam dalam sirkulasi darah, dan 4-5 jam berikutnya dalam jaringan. Pada keadaan infeksi jaringan yang berat, masa hidup keseluruhan sering kali berkurang. Hal ini dikarenakan granulosit dengan cepat menuju  jaringan yang terinfeksi, melakukan fungsinya, dan masuk dalam proses dimana sel-sel itu sendiri harus dimusnahkan. Monosit memiliki masa edar yang singkat, yaitu 10-20 jam, berada di dalam darah sebelum berada dalam jaringan. Begitu masuk ke dalam jaringan, sel-sel ini membengkak sampai ukurannya yang sangat besar untuk menjadi makrofag jaringan. Dalam bentuk ini, sel-sel tersebut dapat hidup hingga berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Makrofag jaringan ini akan menjadi dasar bagi sistem makrofag jaringan yang merupakan system pertahanan lanjutan dalam jaringan untuk melawan infeksi.
Limfosit terus menerus memasuki sistem sirkulasi bersama dengan pengaliran limfe dari nodus limfe dan jaringan limfe lain. Kemudian, setelah beberapa jam, limfosit berjalan kembali ke jaringan dengan cara diapedesis dan selanjutnya kembali memasuki limfe dan kembali ke jaringan limfoid atau ke darah lagi demikian seterusnya. Limfosit memiliki masa hidup berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun, tetapi hal ini tergantung pada kebutuhan tubuh akan sel-sel tersebut.
Trombosit dlam darah akan diganti kira-kira setiap 10 hari ; atau dengan kata lain, setiap hari 30000 trombosit permikroliter darah.
C.    Systemakrofag retikuloendotel
Sebagian besar monosit, swaktu memasuki jarinagan dan setelah menjadi makrofak, melekat pada jaringan dan tetap melekat slama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun sampa mereka terpanggil untuk mempertahankan fungsi pertahanan spesifik.
Makrofak jaringan mempunyai kemampuan serupa sebagai makrofak yang mobil untuk memfagosistosit sejumlah besar bakteri, firus, jaringan nikrotik atau partikel asing lainnya dalam jaringan. Bila di rangsang secara sesuai, makrofak jaringan dapat melepaskan diri dari tempat pelekatannya dan sekali lai menjadi makrofak mobil yang akan bereaksi terhadap kemoktasis dan semua rangsanagan yang berhubunagn dengan reaksi peradanagan
Kombinasi moosit, makrofak mobil, makrofak yang terfiksasi jaringan dan beberapa sel endotol yang terspesialisasi dalam sum-sum tulang, limfa, dan nodus limfe juga di sebut sistem retikuloendotelial. Namun , seluruh atau hampir seluruh sel ini berasal dari sel stem monositik; oleh karna itu, sitem retikulo nendotelial hampir sinonim dengan sistem monosit-makrofak.
1)  Makrofak Jaringan Dalam Kulitdan Jaringan Subkutan(Histiosit)
walaupun biasanya kulit tahan terhadap agen infeksi, tetapi tidak berlaku lagi bila kulit itu rusak. Bila infeksi dimulai di jaringan sub kutan dan timbul peradanagn setempat, maka makrofak jaringan dapat membelah insitu dan membentuk makrofak lebih banyak lagi. Selanjutnya makrofak jaringan melakukan fungsinya seperti biasa yakni menyerbu dan menghancurkan agen infeksi.

2)  Makrofak Dalam Nodus Limfe
Pada dasarnya tidak ada bahan khusus, seperti bakteri, yang memasuki jaingan dapat langsung di absorsi ke dalam darah melalui membaran kapiler. Bila partikel tidak di hancurkan dalam jaringan setepat maka partikel akan masuk ke dalam cairan limfe dan mengalir melalui pembuluh limfe menuju nodus limfe, yang terletak berselang seling di sepanjang pembuluh limfe.



3)  Makrofak alveolus dalam paru-paru
Jalan lain yang sering di gunakan oleh organisme untuk menyerbu masuk ke dalam tubuh adalah melaui paru-paru sejumlah besar makropak jaringan tersedia sebagai komponen menyatu dari dinding alveolus makrofak ini dapat memfagositosis partikel yang terjerat di alveoli. Bila partikel itu dapat di cerna maka makrofak dapat mencernakannya, dan melepaskan produk hasil pencernaan tadi ke dalam cairan limfe.

4)  Makrofak Dalam Sinus Hati (Sel Kupfer)
Sebelum darah portal masuk dalam sirkulasi umum bakteri harus lebih dulu melintasi sinus hati; sinus ini di batasi oleh makrofak jaringan yang di sebut sel kupfer. Sel ini membentuk semacam sistem filtrasi khusus yang efektif sehingga hampir tidak satupun bakteri dari traktus gastrointestinal berhasil melewati aliran darah fortal untuk masuk ke dalam sistem sirkulasi umum.

5)  Makrofak dalam limfa dan sum-sum tulang
Adapun sistem pertahnan lain oleh sistem makrofak jaringan yaktu makrofag limfa dan sum-sum tulang pada kedua jaringan ini, makrofak terjerat dalam anyaman retikular kedua organ ini, dan bila ada partikel asing yang berhubuangan dengannya, maka partikel dapat di fagositosit.

D.    Peradangan serta fungsi neutrofil dan makrofag
Bila sel-sel atau jaringan tubuh mengalami cedera atau mati, selama hospes tetap hidup ada respon yang menyolok pada jaringan hidup disekitarnya. Respon terhadap cedera ini dinamakan peradangan. Yang lebih khusus peradangan adalah reaksi vascular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial pada daerah cedera atau nekrosis.
Peradangan sebenarnya adalah gejala yang menguntungkan dan pertahanan, hasilnya adalah netralisasi dan pembuangan agen penyerang, penghancuran jaringan nekrosis dan pembentukan keadaan yang dibutuhkan untuk perbaikan dan pemulihan. Reaksi peradangan itu sebenarnya adalah peristiwa yang dikoordinasi dengan baik yang dinamis dan kontinyu. Untuk menimbulkan reaksi peradangan maka jaringan harus hidup dan khususnya harus memiliki mikrosirkulasi fungsional.
Jadi yang dimaksud dengan radang adalah rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan cedera. Pada proses peradangan terjadi pelepasan histamine dan zat-zat humoral lain kedalam cairan jaringan sekitarnya. Akibat dari sekresi histamine tersebut berupa:
1)    Peningkatan aliran darah local.
2)    Peningkatan permeabilitas kapiler.
3)    Perembesan ateri dan fibrinogen kedalam jaringan interstitial.
4)    Edema ekstraseluler lokal.
5)    Pembekuan cairan ekstraseluler dan cairan limfe.
Peradangan dapat juga dimasukkan dalam suatu reaksi non spesifik, dari hospes terhadap infeksi.
Adapun kejadiannya sebagai berikut: pada setiap luka pada jaringan akan timbul reaksi inflamasi atau reaksi vaskuler.Mula-mula terjadi dilatasi lokal dari arteriole dan kapiler sehingga plasma akan merembes keluar. Selanjutnya cairan edema akan terkumpul di daerah sekitar luka, kemudian fibrin akan membentuk semacam jala, struktur ini akan menutupi saluran limfe sehingga penyebaran mikroorganisme dapat dibatasi.Dalam proses inflamasi juga terjadi phagositosis, mula-mula phagosit membungkus mikroorganisme, kemudian dimulailah digesti dalam sel.
Hal ini akan mengakibatkan perubahan pH menjadi asam. Selanjutnya akan keluar protease selluler yang akan menyebabkan lysis leukosit.Setelah itu makrofag mononuclear besar akan tiba di lokasi infeksi untuk membungkus sisa-sisa leukosit.Dan akhirnya terjadilah pencairan (resolusi) hasil proses inflamasi lokal.
Cairan kaya protein dan sel darah putih yang tertimbun dalam ruang ekstravaskular sebagai akibat reaksi radang disebut eksudat.
Beda Eksudat dan Transudat
Eksudat adalah cairan radang ekstravaskular dengan berat jenis tinggi (diatas 1.020) dan seringkali mengandung protein 2-4 mg % serta sel-sel darah putih yang melakukan emigrasi.Cairan ini tertimbun sebagai akibat permeabilitas vascular (yang memungkinkan protein plasma dengan molekul besar dapat terlepas), bertambahnya tekanan hidrostatik intravascular sebagai akibat aliran lokal yang meningkat pula dan serentetan peristiwa rumit leukosit yang menyebabkan emigrasinya.
Transudat adalah cairan dalam ruang interstitial yang terjadi hanya sebagai akibat tekanan hidrostatik atau turunnya protein plasma intravascular yang meningkat (tidak disebabkan proses peradangan/inflamasi).Berat jenis transudat pada umumnya kurang dari 1.012 yang mencerminkan kandungan protein yang rendah. Contoh transudat terdapat pada wanita hamil dimana terjadi penekanan dalam cairan tubuh.
Jenis-Jenis Eksudat
a)   Eksudat non seluler
·      Eksudat serosa
Pada beberapa keadaan radang, eksudat hampir terdiri dari cairan dan zat-zat yang terlarut dengan sangat sedikit leukosit. Jenis eksudat nonseluler yang paling sederhana adalah eksudat serosa,yang pada dasamya terdiri dari protein yang bocor dari pembuluh-pembuluh darah yang permiable dalam daerah radang bersama-sama dengan cairan yang menyertainya. Contoh eksudat serosa yang paling dikenal adalah cairan luka melepuh.

·      Eksudat fibrinosa
Jenis eksudat nonseluler yang kedua adalah eksudat fibrinosa yang terbentuk jika protein yang dikeluarkan dari pembuluh dan terkumpul pada daerah peradangan yang mengandung banyak fibrinogen. Fibrinogen ini diubah menjadi fibrin, yang berupa jala jala lengket dan elastic (barangkali lebih dikenal sebagai tulang belakang bekuan darah). Eksudat fibrinosa sering dijumpai diatas permukaan serosa yang meradang seperti pleura dan pericardium dimana fibrin diendapkan dipadatkan menjadi lapisan kasar diatas membran yang terserang. Jika lapisan fibrin sudah berkumpul di permukaan serosa,sering akan timbul rasa sakit jika terjadi pergeseran atas permukaan yang satu dengan yang lain. Contoh pada penderita pleuritis akan merasa sakit sewaktu bernafas, karena terjadi pergesekan sewaktu mengambil nafas.
·      Eksudat musinosa (Eksudat kataral)
Jenis eksudat ini hanya dapat terbentuk diatas membran mukosa, dimana terdapat sel-sel yang dapat mengsekresi musin. Jenis eksudat ini berbeda dengan eksudat lain karena eksudat ini merupakan sekresi set bukan dari bahan yang keluar dari aliran darah. Sekresi musin merupakan sifat normal membran mukosa dan eksudat musin merupakan percepatan proses dasar fisiologis.Contoh eksudat musin yang paling dikenal dan sederhana adalah pilek yang menyertai berbagai infeksi pemafasan bagian atas.

b)   Eksudat Seluler
·      Eksudat netrofilik
Eksudat yang mungkin paling sering dijumpai adalah eksudat yang terutama terdiri dari neutrofil polimorfonuklear dalam jumlah yang begitu banyak sehingga bagian cairan dan protein kurang mendapat perhatian. Eksudat neutrofil semacam ini disebut purulen. Eksudat purulen sangat sering terbentuk akibat infeksi bakteri.lnfeksi bakteri sering menyebabkan konsentrasi neutrofil yang luar biasa tingginya di dalam jaringan dan banyak dari sel-sel ini mati dan membebaskan enzim-enzim hidrolisis yang kuat disekitarnya. Dalam keadaan ini enzim-enzim hidrolisis neutrofil secara haraf ah mencernakan jaringan dibawahnya dan mencairkannya. Kombinasi agregasi netrofil dan pencairan jaringan-jaringan di bawahnya ini disebut suppuratif,atau lebih sering disebut pus/nanah.

Jadi pus terdiri dari :
·      Neutrofil pmn. yang hidup dan yang mati neutrofil pmn. yang hancur
·      Hasil pencairan jaringan dasar (merupakan hasil pencernaan)
·      Eksudat cair dari proses radang
·      Bakteri-bakteri penyebab
·      Nekrosis liquefactiva

c)   Eksudat Campuran
Sering terjadi campuran eksudat seluler dan nonseluler dan campuran ini dinamakan sesuai dengan campurannya.Jika terdapat eksudat fibrinopurulen yang terdiri dari fibrin dan neutrofil polimorfonuklear,eksudat mukopurulen, yang terdiri dari musin dan neutrofil, eksudat serofibrinosa dan sebagainya.

Reaksi sel pada radang
Leukositosis terjadi bila ada jaringan cedera atau infeksi sehingga pada tempat cedera atau radang dapat terkumpul banyak leukosit untuk membendung infeksi atau menahan microorganisme menyebar keseluruh jaringan.
Leukositosis ini disebabkan karena produksi sumsum tulang meningkat, sehingga jumlahnya dalam darah cukup untuk emigrasi pada waktu terjadi cedera atau radang. Karena itu banyak leukosit yang masih muda dalam darah, dalam pemeriksaan laboratorium dikatakan pergeseran ke kiri
Jenis-Jenis Leukosit dan masing-masing fungsinya dalam peradangan
Leukosit yang bersirkulasi dalam aliran darah dan emigrasi ke dalam eksudat peradangan berasal dari sumsum tulang, di mana tidak saja leukosit tetapi juga sel-sel darah merah dan trombosit dihasilkan secara terus memenerus.Dalam keadaan normal, di dalam sumsum tulang dapat ditemukan banyak sekali leukosit yang belum matang dari berbagai jenis dan "pool" leukosit matang yang ditahan sebagai cadangan untuk dilepaskan ke dalam sirkulasi darah. Jumlah tiap jenis leukosit yang bersirkulasi dalam darah perifer dibatasi dengan ketat tetapi diubah "sesuai kebutuhan" jika timbul proses peradangan. Artinya, dengan rangsangan respon peradangan, sinyal umpan balik pada sumsum tulang mengubah laju produksi dan pengeluaran satu jenis leukosit atau lebih ke dalam aliran darah.
1)   Granulosit.
Terdiri dari : neutrofil, eosinofil, dan basofil.
Dua jenis leukosit lain ialah monosit dan limposit, tidak mengandung banyak granula dalam sitoplasmanya.
a)   Neutrofil
Sel-sel pertama yang timbul dalam jumlah besar di dalam eksudat pada jamjam pertama peradangan adalah neutrofil.Inti dari sel ini berlobus tidak teratur atau polimorf. Karena itu sel-sel ini disebut neutrofil polimorfonuklear (pmn) atau "pool". Sel-sel ini memiliki urutan perkembangan di dalam sumsum tulang, perkembangan ini kira-kira memerlukan 2 minggu. Bila mereka dilepaskan ke dalam sirkulasi darah, waktu paruhnya dalam sirkulasi kira-kira 6 jam. Per millimeter kubik darah terdapat kira-kira 5000 neutrofil, kira-kira 100 kali dari jumlah ini tertahan dalam sumsum tulang sebagai bentuk matang yang siap untuk dikeluarkan bila ada sinyal.
Granula yang banyak sekali terlihat dalam sitoplasma neutrofil sebenarnya merupakan paket-paket enzim yang terikat membran yaitu lisosom, yang dihasilkan selama pematangan sel. Jadi neutrofil pmn yang matang adalah kantong yang mengandung banyak enzim dan partikel-partikel antimicrobial. Neutrofil pmn mampu bergerak aktif dan mampu menelan berbagai zat dengan proses yang disebut fagositosis. Proses fagositosis dibantu oleh zat-zat tertentu yang melapisi obyek untuk dicernakan dan membuatnya lebih mudah dimasukkan oleh leukosit. Zat ini dinamakan opsonin. Setelah mencernakan partikel dan memasukkannya ke dalam sitoplasma dalam vakuola fagositosis atau fagosom, tugas berikutnya dari leukosit adalah mematikan partikel itu jika partikel itu agen microbial yang hidup, dan mencernakannya. Mematikan agen-agen yang hidup itu diselesaikan melalui berbagai cara yaitu perubahan pH dalam sel setelah fagositosis, melepaskan zat-zat anti bakteri. Pencernaan partikel yang terkena fagositosis itu umumnya diselesaikan di dalam vakuola dengan penyatuan lisosom dengan fagosom. Enzim-enzim pencernaan yang sebelumnya tidak aktif sekarang diaktifkan di dalam fagolisosom, mengakibatkan pencernaan obyek secara enzimatik.


b)   Eosinofil
Merupakan jenis granulosit lain yang dapat ditemukan dalam eksudat peradangan, walaupun dalam jumlah yang lebih kecil. Eosinofil secara fungsional akan memberikan respon terhadap rangsang kemotaksis khas tertentu yang ditimbulkan pada perkembangan allergis dan mereka mengandung enzim-enzim yang mampu menetralkan efek-efek mediator peradangan tertentu yang dilepaskan dalam reaksi peradangan semacam itu
c)   Basofil
Berasal dari sumsum tulang yang juga disebut mast sel/basofil jaringan. Granula dari jenis sel ini mengandung berbagai enzim, heparin, dan histamin. Basofil akan memberikan respon terhadap sinyal kemotaksis yang dilepaskan dalam perjalanan reaksi immunologis tertentu. Dan basofil biasanya terdapat dalam jumlah yang sangat kecil dalam eksudat.
Basofil darah dan mast sel jaringan dirangsang untuk melepas granulanya pada berbagai keadaan cedera, termasuk reaksi immunologis maupun reaksi non spesifik.Dalam kenyataannya mast sel adalah sumber utama histamin pada reaksi peradangan.

2)   Agranulosit
a)     Monosit
Adalah bentuk leukosit yang penting. Pada reaksi peradangan monosit akan bermigrasi, tetapi jumlahnya lebih sedikit dan kecepatannya lebih lambat. Karena itu, pada jam jam pertama peradangan relative sedikit terdapat monosit dalasn eksudat. Namun makin lama akan makin bertambah adanya monosit dalam eksudat. Sel yang sama yang dalam aliran darah disebut monosit, kalau terdapat dalam eksudat disebut makrofag. Ternyata, jenis sel yang sama ditemukan dalam jumlah kecil melalui jaringan penyambung tubuh walaupun tanpa peradangan yang jelas. Makrofag yang terdapat dalam jaringan penyambung ini disebut histiosit. Dengan banyak hal fungsi makrofag sangat mirip dengan fungsi neutrofil pmn. dimana makrofag akan bergerak secara aktif yang memberi respon terhadap stimulasi kemotaksis, fagosit aktif dan mampu mematikan serta mencernakan berbagal agen.
Ada perbedaan penting antara makrofag dan neutrofil, dimana siklus kehidupan makrofag lebih panjang, dapat bertahan berminggu-minngu atau bahkan berbulan-bulan dalam jaringan dibanding dengan neutrofil yang berumur pendek. Selain itu waktu monosit memasuki aliran darah dari sumsum tulang dan waktu memasuki jaringan dari aliran darah, ia belum matang betul seperti halnya neutrofil. Karena neutrofil dalam jaringan dan aliran darah sudah mengalami pematangan (sudah matang), sehingga ia tidak mampu melakukan pembelahan sel dan juga tidak mampu melakukan sintesis enzim-enzim pencenna. Pada monosit dapat dirangsang untuk membelah dalam jaringan, dan mereka mampu memberi respon terhadap keadaan lokal dengan mensintesis sejumlah enzim intrasel. Kemampuan untuk menjalani "on the.job training", ini adalah suatu sifat makrofag yang vital, khususnya pada reaksireaksi immunologis tertentu. Selain itu makrofag-makrofag dapat mengalami perubahan bentuk, selama mengalami perubahan itu, mereka menghasilkan seI-se1 secara tradisional disebut sel epiteloid. Makrofag juga mampu bergabung membentuk sel raksasa berinti banyak disebut giant cell.
Walaupun makrofag merupakan komponen penting dalam eksudat namun mereka tersebar secara luas dalam tubuh, dalam keadaan normal dan disebut sebagai system reticuloendotelial atau RES (Reticulo Endotelial System), yang mempunyai sifat fagositosis, termasuk juga dalam hati, sel tersebut dikenal sebagai sel kupffer. Fungsi utama makrofag sebagai pembersih dalam darah ataupun seluruh jaringan tubuh.Fungsi RES yang sehari-hari penting menyangkut pemrosesan haemoglobin sel darah merah yang sudah mencapai akhir masa hidupnya. Sel-sel ini mampu memecah Hb menjadi suatu zat yang mengandung besi dan zat yang tidak mengandung besi. Besinya dipakai kembali dalam tubuh untuk pembuatan sel-sel darah merah lain dalam sumsum tulang dan zat yang tidak mengandung besi dikenal sebagai bilirubin, di bawa ke dalam aliran darah ke hati, dimana hepatosit mengekstrak bilirubin dari aliran darah dan mengeluarkannya sebagai bagian dari empedu.
b) Limposit
Umumnya terdapat dalam eksudat hanya dalam jumlah yang sangat kecil,meskipu eksudat sudah lama terbentuk yaitu sampai reaksi-reaksi peradangan menjadi kronis.
Tanda-Tanda Kardinal Peradangan
Pada peristiwa peradangan akut dapat dilihat tanda-tanda pokok (gejala kardinal).
1)   Rubor (kemerahan)
Rubor atau kemerahan biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul maka arteriol yang mensupali daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih banyak darah mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja yang meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini yang dinamakan hyperemia atau kongesti,menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut. Timbulnya hyperemia pada permulaan reaksi peradangan diatur oleh tubuh baik secara neurogenik maupun secara kimia,melalui pengeluaran zat seperti histamin.
2)   Kalor (panas)
Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan yang hanya terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari -37 °C yaitu suhu di dalam tubuh. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya sebab darah yang disalurkan tubuh kepermukaan daerah yang terkena lebih banyak daripada yang disalurkan kedaerah normal. Fenomena panas lokal ini tidak terlihat pada daerah-daerah yang terkena radang jauh di dalam tubuh, karena jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti 37°C, hyperemia lokal tidak menimbulkan perubahan.
3)   Dolor (rasa sakit)
Dolor atau rasa sakit, dari reaksi peradangan dapat dihasilkan dengan berbagai cara. Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Hal yang sama, pengeluaran zat kimia bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Selain itu, pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang tanpa diragukan lagi dapat menimbulkan rasa sakit.
4)   Tumor (pembengkaan)
Segi paling menyolok dari peradangan akut mungkin adalah pembengkaan lokal (tumor). Pembengkaan ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat. Pada keadaan dini reaksi peradangan sebagian besar eksudat adalah cair, seperti yang terjadi pada lepuhan yang disebabkan oleh luka bakar ringan. Kemudian sel-sel darah putih atau leukosit meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai bagian dari eksudat.
5)   Fungsio laesa (perubahan fungsi)
Fungsio laesa atau perubahan fungsi adalah reaksi peradangan yang telah dikenal. Sepintas lalu, mudah dimengerti, mengapa bagian yang bengkak, nyeri disertai sirkulasi abnormal dart lingkungan kimiawi lokal yang abnormal, berfungsi secara abnormal. Namun sebetulnya kita tidak mengetahui secara mendalam dengan cara apa fungsi jaringan yang meradang itu terganggu.
Berbagai bentuk/Jenis Radang
Bentuk peradangan dapat timbul didasarkan atas jenis eksudat yang terbentuk, organ atau jaringan tertentu yang terlibat, dan lamanya proses peradangan. Tata nama proses peradangan memperhitungkan masing-masing variable ini. Berbagai eksudat diberi nama deskriptif. Lamanya respon peradangan disebut akut;disebut kronik jika ada bukti perbaikan yang sudah lanjut bersama dengan dumadhsi;dan disebut subakut jika ada bukti awal perbaikan bersama dengan eksudasi. Lokasi reaksi peradangan disebut dengan akhiran -it is yang ditambahkan pada nama organ (misalnya; apendisitis, tonsillitis).
Jenis Radang
Misalnya: radang kataral, radang pseudomembran, ulkus, abses, flegmon, radang purulen, suppurativaa dan lain-lain.
a)   Radang Kataral
Terbentuk diatas permukaan membran mukosa,dimana terdapat sel-sel yang dapat mensekresi musin. Eksudat musin yang paling banyak dikenal adalah puck yang menyertai banyak infeksi pernafasan bagian atas.
b)   Radang Pseudomembran
Istilah ini dipakai untuk reaksi radang pada permukaan selaput lendir yang ditandai dengan pembentukan eksudat berupa lapisan selaput superficial, mengandung agen penyebab, endapan fibrin, sel-sel nekrotik aktif dan sel-sel darah putih radang.Radang membranosa sering dijumpai dalam orofaring, trachea,bronkus, dan traktus gastrointestinal.
c)   Ulkus.
Terjadi apabila sebagian permukaan jaringan hilang sedangkan jaringan sekitarnya meradang.


d)   Abses
Abses adalah lubang yang terisi nanah dalam jaringan. Abses adalah lesi yang sulit untuk diatasi oleh tubuh karena kecenderungannya untuk meluas dengan pencairan, kecenderungannya untuk membentuk lubang dan resistensinya terhadap penyembuhan. Jika terbentuk abses, maka obat-obatan seperti antibiotik dalam darah sulit masuk ke dalam abses. Umumnya penanganan abses oleh tubuh sangat dibantu oleh pengosongannya secara pembedahan, sehingga memungkinkan ruang yang sebelumnya berisi nanah mengecil dan sembuh. Jika abses tidak dikosongkan secara pembedahan oleh ahli bedah, maka abses cenderung untuk meluas, merusak struktur lain yang dilalui oleh abses tersebut.
e)   Flegmon
Flegmon: radang purulen yang meluas secara defuse pada jaringan.
f)    Radang Purulent
Terjadi akibat infeksi bakteri.terdapat pada cedera aseptik dan dapat terjadi dimana-mana pada tubuh yang jaringannya telah menjadi nekrotik.
g)   Radang supuratif
Gambaran ini adalah nekrosis liqeuvaktifa yang disertal emigrasi neutrofil dalam jumlah banyak.Infeksi supuratif local disebabkan oleh banyak macam bakteri yang secara kolektif diberi nama piogen (pembentukan nanah).Yang termasuk piogen adalah stafilokokkus,banyak basil gram negatif. Perbedaan penting antara radang supuratif dan radang purulen bahwa pada radang supuratif terjadi nekrosis liquefaktiva dari jaringan dasar. Nekrosis liquefaktiva adalah jaringan nekrotik yang sedikit demi sedikit mencair akibat enzim.



Aspek/Reaksi Sistemik Pada Peradangan
Reaksi sistemik yang menyertai reaksi local pada peradangan diantaranya adalah
1)   Demam.
Yang merupakan akibat dari pelepasan zat pirogen endogen yang berasal dari neutrofil dan makrofag. Selanjutnya zat tersebut akan memacu pusat pengendali suhu tubuh yang ada dihypothalamus.
2)   Perubahan hematologis.
Rangsangan yang berasal dari pusat peradangan mempengaruhi proses maturasi dan pengeluaran leukosit dari sumsum tulang yang mengakibatkan kenaikan suatu jenis leukosit, kenaikan ini disebut leukositosis. Perubahan protein darah tertentu juga terjadi bersamaan dengan perubahan apa yang dinamakan laju endap darah.
3)   Gejala konstitusional.
Pada cedera yang hebat, terjadi perubahan metabolisme dan endokrin yang menyolok. Akhirnya reaksi peradangan local sering diiringi oleh berbagai gejala konstitusional yang berupa malaise, anoreksia atau tidak ada nafsu makan dan ketidakmampuan melakukan sesuatu yang beratnya berbeda-beda bahkan sampai tidak berdaya melakukan apapun.
Beda Radang Dengan Infeksi
Peradangan dan infeksi itu tidak sinonim.Pada infeksi ditandai adanya mikroorganisme dalam jaringan, sedang pada peradangan belum tentu, karena banyak peradangan yang tejadi steril sempurna.Jadi infeksi hanyalah merupakan sebagian dari peradangan.
Nasib Radang Dan Pemulihan Jaringan Pada Radang
Dengan adanya reaksi peradangan, maka hasil perbaikan yang paling menggembirakan yang dapat diperoleh adalah, jika terjadi hanya sedikit kerusakan atau tidak ada kerusakan jaringan di bawahnya sama sekali. Pada keadaan semacam itu jika agen penyerang sudah dinetralkan dan dihilangkan. Pembuluh darah kecil di daerah itu memperoleh kembali semipermeabilitasnya, aliran cairan berhenti dan emigrasi leukosit dengan cara yang sama juga berhenti. Cairan yang sebelumnya sudah dieksudasikan sedikit demi sedikit diserap oleh pembuluh limfe dan sel-sel eksudat mengalami disintegrasi dan keluar melalui pembuluh limfe atau benar-benar dihilangkan dari tubuh. Hasil akhir dari proses ini adalah penyembuhan jaringan yang meradang jaringan tersebut pulih seperti sebelum reaksi. Gejala ini disebut resolusi.
Sebaliknya, bila jumlah jaringan yang rusak cukup bermakna jaringan yang rusak harus diperbaiki oleh proliferasi sel-sel hospes berdekatan yang masih hidup. Perbaikan sebenarnya melibatkan dua komponen yang terpisah tetapi terkoordinir. Pertama disebut regenerasi Hasil akhirnya adalah penggantian unsureunsur yang telah hilang dengan jenis sel yang sama. Komponen perbaikan kedua melibatkan proliferasi unsur-unsur jaringan penyambung yang mengakibatkan pembentukan jaringan parut.
Penyembuhan luka.
Koordinasi pembentukan parut dan regenerasi barangkali paling mudah dilukiskan pada kasus penyembuhan luka kulit. Jenis penyembuhan yang paling sederhana terlihat pada penanganan luka oleh tubuh seperti pada insisi pembedahan, dimana pinggir luka dapat didekatkan agar proses penyembuhan dapat terjadi. Penyembuhan semacam ini disebut penyembuhan primer atau healing by first intention. Setelah teijadi luka maka tepi luka dihubungkan oleh sedikit bekuan darah yang fibrinnya bekerja seperti lem.
Segera setelah itu terjadilah reaksi peradangan akut pada tepi luka itu dan sel-sel radang, khususnya makrofag, memasuki bekuan darah dan mulai menghancurkanya. Dekat reaksi peradangan eksudat ini, terjadi pertumbuhan ke dalam oleh jaringan granulasi ke dalam daerah yang tadinya ditempati oleh bekuan darah. Dengan demikian maka dalam jangka waktu beberapa hari luka itu dijembatani oleh jaringan granulasi yang disiapkan agar matang menjadi jaringan parut. Sementara proses ini berjalan maka epitel permukaan di bagian tepi mulai melakukan regenerasi dan dalam waktu beberapa hari bermigrasi lapisan tipis epitel diatas permukaa luka.Waktu jaringan parut di bawahnya menjadi matang, epitel ini juga menebal dan matang sehingga menyerupai kulit yang didekatnya. Hasil akhirnya adalah terbentuknya kembali permukaan kulit dan dasar jaringan parut yang tidak nyata atau hanya terlihat sebagai satu garis yang menebal. Pada luka lainnya diperlukan jahitan untuk mendekatkan kedua tepi luka sampai terjadi penyembuhan.
Bentuk penyembuhan kedua terjadi jika luka kulit sedemikian rupa sehingga tepi luka tidak dapat saling didekatkan selama proses penyembuhan. Keadaan ini disebut healing by second intention atau kadang kala disebut penyembuhan yang disertai granulasi
Penyembuhan Abses
Penyembuhan akan berlangsung lebih cepat bila isi abses dapat keluar. Abses kecil akan diorganisasi dan menjadi jaringan ikat. Abses besar hanya sekitarnya akan diorganisasi dan menjadi jaringan ikat.






BAB III
PENUTUP
1.1  Kesimpulan
Peradangan adalah reaksi vascular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial pada daerah cedera atau nekrosis. dalam peradangan yang berperan yankni sel darah putih, dimana sel darah putih ini bersifat fagosit terhadap benda-benda asing yang masuk kedalam tubuh. Reaksi radang ditandai dengan kolor, dolor, tumor, dan function laesa. Peradangan akan menghasilkan cairan yakni eksidat dan transudat atau pus.

1.2  Saran
Dalam menunjang pembelajaran dalam keperawatan imun dan hematologi, kita lebih baiknya mencari literature-literatur yang lebih baik lagi, karena dengan itu kita bisa memahami dan mengetahui materi-materi yang termasuk dalam keperwatan imun dan hematologi.











DAFTAR PUSTAKA
Guyton, A.C. & Hall, J.E. (1997). Buku ajar fisiologi kedokteran (9th ed.) (Setiawan, I., Tengadi, K.A., Santoso, A., penerjemah). Jakarta: EGC


Tidak ada komentar:

Posting Komentar